Cerita sini yukk..

Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]



Seratus enam puluh enam tahun yang lalu pada sebuah pedukuhan terpencil jauh dari keramaian kota, jika malam tiba hanya terdengar suara gangsir ngentir tiap malam dan jangkrik bernyayian mengisi kesunyian. Tidak mau kalah, binatang si-kaki seribu pun ngerik bersautan dengan belalang pohon. Sesekali mekarnya bunga kluwih melantunkan suara merdu di tengah malam disertai hembusan angin mamiri membuat suasana pedukuhan terasa dingin. Ditambah hutan gung liwang liwung (lebat) yang berada tidak jauh dari pedukuhan tersebut, sehingga kesejukan masih terasa kental dan sangat alami.
Jangankan deru mobil, listrik pun saat itu belum bisa menjamah dukuh ini yakni Dukuh Kauman, Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, lahirlah orok bayi laki-laki ganteng dengan kulit sawo matang dari seorang ayah Tarab dan ibu Tarkumi. Bayi mungil hasil cinta kasih sepasang suami istri itu kemudian diberi nama Mohammad Ashral tepatnya terlahir di tahun 1847 M.
Ashral lahir di lingkungan keluarga sederhana dan mandiri, hidup apa adanya (tidak aeng-aeng) serta tidak mengenal dunia kemewahan. Bahkan ia pun setelah menginjak usia baligh sudah ikutan turut menggembalakan hewan ternak piaraan orang lain, untuk mengisi kesibukannya sebagai seorang anak seperti pada umumnya yang suka bermain dan bermain.
Di mata teman sebayanya, Ashral kecil ini dikenal sebagai anak pendiam dan dalam pergaulan ia selalu mengalah di segala hal, juga sifat sebagai seorang pemaaf sudah ditunjukan semenjak ia masih kecil meskipun banyak teman bermain tidak jarang yang menyakiti, bahkan adapula yang menghinanya. Dalam diri Ashral tidak terbesil secuil pun muncul perasaan dendam. Seketika itu pun langsung memaafkan kepada teman sepermainan walau tidak diminta.
Bahkan tidak jarang Ashral memperlihatkan sebuah keanehan (keunikan, keajaiban) yang tidak dimiliki oleh anak-anak seusianya. Yang lebih menonjol yaitu ia lebih senang menjauh dari kehidupan yang bersifat keduniawiyah (kesenangan dunia semata), seakan ia sudah tahu betul sejak kecil bahwa dunia dan seisinya hanya cuma titipan-Nya, oleh karena itu ia lebih asyik mencari sesuatu yang lebih hakiki.
Ia lebih melihat ke sebuah esensi bukan sekedar eksistensinya saja. Atau barangkali Ashral kecil sedang mencari sebuah mutiara hidup yang bersemayam dalam dirinya sendiri. Inilah keunikan Ashral kecil selalu menjauh dan menjauh dari sesuatu yang bersifat keduniawian.
Usia sebelasan tahun di Dukuh Kauman sudah banyak yang menikah, hal ini disebabkan oleh karena tradisi dari leluhur sebelumnya dan turun temurun ke generasi berikutnya.
Tak lama kemudian sebuah perkawinan pun dilaksanakan antara Ashral dengan wanita tersebut. Namun, tiba-tiba semua terhenyak kaget melihat ulah Ashral. Yang terjadi tidak seperti pada umumnya seorang lelaki setelah meminang seorang perempuan.
Tatkala setelah ijab kobul dilaksanakan pada hari itu pulalah Ashral langsung pulang kembali ke rumah orang tua bersama teman pengiring dan tidak mau kembali lagi ke tempat istrinya yang baru saja dinikahi.
Kedua orang tua Ashral pun kaget dan dibuat bingung olehnya. Beliau berusaha mencari tahu apa sebab musabab anaknya pulang secepat itu. Selaksa pertanyaan pun mengelayut dibenak kedua orang tua Ashral.
Akhirnya, teka teki itu pun terjawab seketika.
“Kenapa kamu kembali kamu tak mau berkeluarga, nak?”
“Aku ingin sekolah saja, Bu. Aku mau belajar agama supaya pintar” jawabnya singkat dan menthes.
Sebab Mohammad Ashral pulang seketika dikarenakan ia belum ingin berumah tangga. Pada saat itu yang diinginkan Ashral muda bukan mencari pendamping hidup atau seorang istri, akan tetapi ia terpanggil dari jiwa yang dalam hanya ingin menimba pengetahuan ilmu Agama Islam yang lebih mendalam dengan cara mondok di Pondok Pesantren. Sebuah cita-cita luhur yang jarang ditemukan pada jiwa sebaya Ashral pada saat itu.
Berangkat ke Cirebon.
Kemudian pagi-pagi benar Ashral menemui kedua orang tua dan kerabatnya untuk pamitan dan memohon ijin pergi ke Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat. Tujuan utama tak lain adalah untuk menimba ilmu Agama Islam dengan nyantri di tanah Cirebon tersebut.
Akhirnya kedua orang tua Ashral dengan berat hati pun mengijinkan dan merestuinya secara tulus ikhlas. Dengan sedikit uang sebagai ongkos perjalanan dan dibekali makan untuk keperluan di jalan, maka Ashral dengan tekad bulat dan nyawiji melangkahkan kaki seorang diri ke tempat yang dikehendaki, hanya mengikuti kata hati dan ngetuti jangkahing laku raga kang katuntun suksma.
Inilah awal petualang spiritual seorang anak Mohammad Ashral pergi ke luar dari sebuah pedukuhan terpencil tempat tanah kelahiran yang ia cintai. Ia lebih mengutamakan mencari dan mendalami ilmu Agama Islam dari pada segalanya. Sampai kedua orang tuanya pun yang sangat mengasihi ia rela tinggalkan, bahkan istri sah yang baru saja is nikahi juga ia tinggalkan begitu saja karena ada tugas yang lebih utama harus ia kerjakan.
Setelah sampai ketempat tujuan, ia menyatu di lingkungan Ponpes akan tetapi sifat kecilnya tidak berubah sama sekali juga perilaku dalam keseharian. Ia selalu menyendiri bahkan di lingkungan Ponpes dikenal sebagai anak pemalas. Disebabkan oleh karena disaat santri yang lain sedang melaksanakan perintah dari ustad ia malah acapkali tidur.
Hal itu sering membuat santri lain kurang senang terhadap perilaku Ashral. Pada suatu ketika ia disuruh rekan santri untuk menanam pohon pisang. Ashral menolak keras. Ia baru akan menuruti menanam pohon pisang jika dengan sebuah persyaratan atau sebuah sayembara.
“Pohon pisang siapa yang berbuah terlebih dahulu dialah pemenangnya” itulah sayembaranya.
Maka para santri sepakat dengan sayembara tersebut. Dan ternyata, tidak disangka pohon pisang yang ditanam oleh Ashral berbuah lebih cepat dari perkiraan teman santri dan diluar akal sehat manusia lumrah.
Bagaimana tidak, keajaiban itu pun terlihat nyata: paginya pohon pisang yang ditanam Ashral sudah berbuah sekaligus langsung masak semua. Ini jelas-jelas di luar kewajaran. Hal itu membuat santri-santri di Ponpes tercengang takjub, sekaligus Pengasuh Ponpesnya juga keheranan. Dan kejadian-kejadian unik lain pun sering muncul dalam keseharian di kehidupan Ashral.
Mohammad Ashral Hilang
Kurang lebih 5 (lima) tahun berjalan mondok di Ponpes Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, suatu ketika di lingkungan Ponpes terkena wabah penyakit kulit (gatal-gatal). Kemudian oleh Pengasuh Ponppes disarankan agar seluruh santri mandi di suatu sendang (tempat dan lokasi tidak disebutkan). Setelah mereka sampai di suatu sendang semua santri berendam yang airnya hangat.
Kalau tidak nyleneh bukan Ashral namanya.
Teman santri di Ponpes sudah hafal betul dengan perilaku Ashral. Ia saat itu tidak  mau turun  ke sendang untuk ikut mandi bersama-sama dan hanya duduk di tepi sendang. Akhirnya kejahilan santri yang lain pun muncul spontanitas untuk ngerjain Ashral agar mau mandi bersama-sama.
Mereka memaksa dan mendorong Ashral masuk ke dalam sendang. Maka jatuhlah ia ke dalam sendang dan menyelam.
Tetapi setelah ditunggu beberapa saat tidak muncul-muncul ke permukaan. Para santri pun menjadi bingung, takut dan tegang. Kekawatiran mereka muncul akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada sangtri Ashral. Pencarian pun serempak dilaksanakan saat itu juga. Sampai air sendang dikeringkan akan tetapi tubuh Ashral tidak bisa diketemukan.
Dengan penuh rasa kawatir dan diliputi duka, Pengasuh Ponpes dan disertai santrinya datang silaturahmi ke Dukuh Kauman, Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, menemui kedua orang tuanya guna menyampaikan kabar peristiwa hilangnya Ashral di sendang. Dan barangkali Ashral sudah ada di kampung halaman. Akan tetapi di rumahnya di Kesesi pun tidak diketemukan seorang Ashral.
Dengan penuh kesabaran dan tawakal, berita hilangnya Ashral pun diterima dengan hati yang perih, pasrah dan lapang. Mereka pasrah terhadap kekuasan Illahi yang Maha Tinggi. Setelah mendengar kabar ini, para kerabat keluarga hanya dapat berharap dan berharap semoga Mohammad Ashral tetap selamat dan masih hidup sehingga suatu saat masih dapat berkumpul dengan keluarga.
Hari berganti hari, minggu pun bergulir cepat, bulan berputar tanpa henti, hingga satu dasa warsa tak terasa berlalu begitu saja. Sebuah penantian yang sangat panjang. Akan tetapi Mohammad Ashral masih tetap belum kunjung pulang. Entah di telan bumi atau menetap dirimba mana, tiada yang tahu. Sebuah penantian yang melelahkan dan bahkan keputus asaan pun telah menggelayuti seluruh keluarga besar Ashral di Kauman Kesesi. Harapan untuk kembalinya seorang Ashral menjadi pupus dan sirna karena termakan waktu sangat panjang. Nyaris terlupakan untuk mengharap Arshal pulang.
Kembali ke Rumah
Musim kemarau panjang menimpa Kesesi dan sekitarnya saat itu. Kekeringan merata, banyak tanah yang retak sehingga beberapa tumbuhan meranggas bahkan ada yang mengering dan akhirnya mati. Gagal panen merebak. Kehidupan masyarakat di hadapkan dengan sebuah wabah paceklik (kemiskinan dan kesusahan).
Di suatu malam yang sunyi senyap tidak biasanya tiba-tiba datang angin berhembus kencang. Menerbangkan dedauan, mematahkan ranting-ranting kering, petir pun bersambaran di langit. Suasana hampir porak poranda. Suaranya menggelegar diikuti hujan deras secara tiba-tiba menakutkan nyali bagi warga Kesesi ketika itu.
“Ya Allah bencana apa lagi yang harus kami terima,” lirih jerit itu pun berkumandang dalam hati warga Kesesi.
“Azab apa lagi yang harus kami tanggung,” lanjut mereka.
Malam itu, boleh dikata seluruh warga Kesesi tidak ada yang berani keluar rumah satu pun. Yang dirasa hanyalah ketakutan yang mencekam menyelimuti malam gulita.
Di rumah sederhana yang ditempati oleh orang tua Mohammad Ashral tiba-tiba dari luar terdengar suara ketukan pintu. Penghuni rumah disaat suasana yang menakutkan itu layak tidak mau membukakan pintu sedikitpun.
Karena pintu lama tidak dibuka, maka tamu tersebut mengucapkan salam dengan halus dan menyebutkan nama.
“Assalamu’alaikum... aku Mohammad Ashral, Bu, Pak...”
Setelah mendengar uluk salam sang tamu tersebut, dengan penuh tanda tanya antara percaya dan tidak tercampur sebuah keraguan, tetapi diberanikan diri untuk membuka pintu rumah. Kedua orang tua itu sebelumnya membalas uluk salam sang tamu misterius, karena datang di malam yang mencekam.
“Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh...”
Betapa terkejutnya setelah melihat siapa yang  datang tak lain Mohammad Ashral, walau dalam hati kecil kedua orang itu tetap terbesit sebuah keraguan.
“Apa ini Ashral, anakku yang hilang itu?” bisiknya dalam hati.
“Apa ini orang lain yang mirip Ashral?” sebuah pertengkaran batin kedua orang itu pun terus berbisik.
Akan tetapi keraguan itupun sirna seketika, karena haru, sedih dan gembira jadi satu menyambut kedatangan Ashral anaknya tercinta yang sekian lama menghilang ditelan waktu.
“Ohalah Ashral...?!”
Mereka berpelukan diiringi tangis bahagia dan tetes air mata pun tidak bisa dibendung mengalir deras.
Ashral pulang dengan pakaian yang tidak lazim digunakan oleh masyarakat setempat saat itu. Ia hanya menggunakan pakaian yang terbuat dari akar-akaran, dianyam sebagai penutup aurat dan dengan jenggot lebat serta rambut terurai panjang sampai punggung.
“Dari mana saja kamu, kok membuat bingung orang sekampung?” tanya orang-orang yang pada hadir termasuk kedua orang tua Ashral pun bertubi-tubi melontarkan berbagai pertanyaan.
Ashral hanya menceritakan beberapa hal yang dianggapnya penting saja secara singkat. Diantaranya, selama ini ia tinggal di hutan di dalam gua nun jauh di sana hanya ditemani para hewan yang sekaligus mencarikan makanan buat Ashral berupa daun petai cina dan bunga pohon jati.
“Aku pulang kesini sembari ditemani harimau dan sampai melewati sungai Aku dibantu oleh ular” jawab dengan polos dan jujur. Tidak terbesit kebohongan secuilpun bagi Ashral.
Walau tidak masuk akal, akan tetapi itulah yang terjadi. Bukankah alam ini serba ja’iz? Jika Allah Taala menghendaki maka tidak ada yang tidak mungkin di jagad raya ini.
Rasa penasaran warga Kesesi pun tidak pernah berakhir. Terbukti warga selalu silih berganti tidak henti-hentinya berkunjung ke rumah orng tua Ashral, tak lain ingin melihat kondisi dan keberadaan Ashral langsung.
Julukan Wali Gendhon (Mbah Wali Gendhon Kesesi)
Setelah sampai di kediaman Mohammad Ashral, kemudian mereka mengadakan pertemuan khusus yang pada akhirnya dengan logat (dialek) Cirebon yang kental maka pengasuh Ponpes mengatakan
 Anak-anak, sekarang Mohammad Ashral sudah pulang, jika kaliyan ada rasa gundah, keruwetan dan tidak adanya ketenangan dalam fikiran, maka datanglah bersilaturahmi ke tempat Mohammad Ashral. Julukane Wali Gendhon.
Begitulah wejangan yang disampaikan pengasuh Ponpes terhadap para santri. Dan semenjak kedatangan Pengasuh dan santri Ponpes tersebut, barulah Mohammad Ashral alias “Wali Gendhon” berkenan masuk ke rumah menyudahi lelakunya.Sejak itu pulalah Mohammad Ashrul mendapat gelar wali Gendhon atau Mbah Wali Gendhon oleh pengasuh Ponpes Babakan Ciwaringin Cirebon, Jawa Barat.
Nyiwer Markas Belanda
Setelah kejadian itu, selang beberapa hari serdadu Belanda datang dengan Komandan Pasukan. Mereka minta maaf sambil membawa berbagai macam makanan dan sejumlah uang. Namun dengan rendah hati tidak membuat sakit apalagi tersinggung, Mbah Wali Gendhon menolak pemberian tersebut. Bahkan menyuruhnya untuk membawa pulang semua pemberian barusan.
Terpisah, Mbah Wali Gendhon pada suatu ketika pernah gencar melancarkan perlawanan kepada kompeni dengan caranya sendiri. Beliau mengusir Belanda hanya dengan mengelilingi (langlang) markas atau disiwer. Satu demi satu tiap hari tentara Belanda tewas (meninggal) tanpa sebab yang jelas. Dan akhirnya markas tersebut kosong karena serdadu Belanda bubar ketakutan, dengan sendirinya maskas sepi tanpa berpenghuni.
Begitulah, diantaranya Mbah Wali Gendhon telah turut serta andil dalam berjuang melawan penjajah pada waktu itu hingga Indonesia Merdeka, jiwa patriotiknya telah mencokol dalam diri Mbah Wali Gendhon.
Dari berbagai peristiwa (kisah nyata) tersebut maka banyak masyarakat yang semula kurang yakin tentang ke-walian Syeh Mohammad Ashral atau Mbah Wali Gendhon ini menjadi yakin bahwa beliau adalah seseorang yang memiliki karomah yang diberikan oleh Allah SWT.  Dan mulailah masyarakat berbondong-bondong berdatangan ke makam beliau.
Sekelumit kisah hidup Syeh Mohammad Ashral al Mbah Wali Gendon yang merupakan pejuang dan ulama kharismatik dari Kesesi ini dapatlah dipetik hikmahnya dan guna mengenang beliau sebagai wali Allah sekaligus seorang pahlawan melawan kompeni yang menindas rakyat. Berjuang hingga akhir hayat.
Pada tahun 1960 beliau meninggal dunia (1847-1960)
Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uuna wa innaa ilaa rabbinaa lamunqalibuuna. Allahumma uktubhu ‘indaka fil muhsiniina waj’al kitaababuu fi ‘illiyyiina wakhluf fii ahlihii fil ghaabiriina.
(sesungguhnya kami milik Allah dan kami akan kembali kepada-Nya dan kami pasti akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah, tulislah dia di sisi Engkau termasuk golongan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan Engkau jadikanlah tulisannya itu dalam tingkatan yang tinggi serta gantilah ahlinya dalam golongan orang-orang yang pergi).
Semoga arwah beliau diteriam di sisi Allah SWT dan masuk dalam surga-Nya. Aamiin.
Sisa hidupnya beliau abdikan untuk umat dan masyarakat, di usia yang 113 beliau wafat tanpa meninggalkan seorang anak. Jasad beliau disemayamkan di Dukuh Kauman, Desa Kesesi, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan.  Syeh Mohammad Ashral atau Mbah Wali Gendhon Kesesi lahir tahun 1847 (tanggal tidak diketahui) – wafat tahun 1960 (tanggal juga tidak diketahui).

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]